Selasa, Agustus 29, 2006

Kemiskinan dan politik impor beras

Komentar Dradjad Wibodo, ekonom yang juga Anggota DPR, hari ini menunjukkan wajah politik impor beras. Dari Kompas:
Dengan lobi tersebut, ujar Dradjad, pemerintah berharap dapat mengimpor secepatnya, kemungkinan bulan September 2006. Menurut Dradjad, impor beras itu jangan dijadikan sebagai bagian dari strategi menurunkan kemiskinan secara sesaat.

"Itu yang saya tidak setuju. Bisa saja dengan impor beras, otomatis harga beras akan turun, sehingga jumlah orang miskin akan berkurang sesaat. Karena berkurang, itu yang dilaporkan sebagai prestasi pemerintah. Padahal ini artifisial," katanya.

Aha! Ini artinya Dradjad (dan kemungkinan para wakil rakyat lainnya) tahu hal yang sudah diketahui banyak ekonom sejak lama: bahwa impor beras (dan penurunan harga yang disebabkannya) akan menurunkan jumlah orang miskin. Dan, meskipun akan mengurangi tingkat kemiskinan, dia tidak setuju karena takut ini diklaim sebagai prestasi pemerintah. Inilah cermin buruk rupanya politik impor beras (dan kemiskinan). Orang miskin rela dikorbankan agar saingan politik tidak bisa membuat klaim yang "artifisial".

Dradjad khawatir bahwa fenomena turunnya jumlah orang miskin karena impor beras akan sesaat. Lha, kalau memang begitu, bukankah solusinya mudah saja? Buat kebijakan impor beras menjadi permanen – atau setidaknya, jangan hambat kebijakan pemerintah mengimpor beras di masa depan. Kalau DPR ingin mengklaim prestasi itu, silakan saja buat undang-undang agar keran impor beras terbuka seterusnya.

(Catatan: Seharusnya Dradjad tidak usah khawatir bahwa membuka keran impor sekarang akan menurunkan tingkat kemiskinan. Toh mantri statistik Survei Sosial Ekonomi Nasional (Susenas) baru akan turun ke lapangan pada Februari setiap tahunnya. Masih ada cukup waktu bagi Dradjad untuk menutup kembali keran impor pada musim kemarau dan menaikkan harga bahan makanan naik pesat, supaya tingkat kemiskinan dapat naik setinggi-tingginya sebelum Pidato Presiden tahun depan!)

Label: ,