Sabtu, Agustus 19, 2006

Pidato Presiden dan data kemiskinan

"Klab ekonom" Indonesia Bangkit mengkritik masalah data yang kurang update pada pidato kenegaraan Presiden SBY. Ini kritik yang kurang cermat. Dari Kompas hari ini:
Tim Indonesia Bangkit menilai, penurunan angka itu tidak menggambarkan kondisi riil saat ini karena diambil dari hasil Survei Sosial Ekonomi Nasional (Susenas) Februari 2005 yang memotret kondisi sebelum pemerintah menaikkan harga bahan bakar minyak (BBM) pada Oktober 2005.

Badan Pusat Statistik (BPS) telah memutakhirkan data kemiskinan melalui Susenas Juli 2005 dan Maret 2006. "Akan tetapi, data Susenas yang lebih up date justru belum dilaporkan. Kami menduga ini karena ada lonjakan angka kemiskinan," kata Hendri Saparini.

Tidak perlu konspirasi untuk menjelaskan alasan tidak digunakannya data Susenas 2006. Sederhana saja: BPS belum selesai membersihkan data, sehingga tidak bisa digunakan. Jangankan Susenas 2006, data kor — yakni set utama dalam data Susenas — Susenas 2005 saja sampai sekitar dua minggu lalu masih belum bisa didapatkan para peneliti. Alasan keterlambatan, terpotongnya proses persiapan data oleh sensus (atau survei?) kemiskinan untuk pencairan Bantuan Langsung Tunai (BLT).

[Update (22/8): Ternyata pernyataan saya pada paragraf di atas ini keliru. BPS telah memiliki data modul Susenas Juli 2005 dan data panel 2006 yang keduanya bisa digunakan menghitung garis kemiskinan. Konon pada Juni 2006, BPS pernah menghitung berdasarkan kedua set data ini. Namun, data ini tidak pernah dipublikasikan.

Mereka yang curiga — seperti Iman Sugema — melihat ini sebagai upaya menyembunyikan. Namun, mungkin pula ini disebabkan masih belum solidnya analisis itu sendiri. Mungkin yang terakhir inilah penyebab mengapa BPS belum mau mempublikasikan angka tersebut.]


Ini tidak berarti pidato itu tidak bermasalah. Walaupun, seperti kata Wakil Presiden, kemungkinan angkanya benar, pidato ini menggunakan cara klasik "berbohong" dengan statistik: Lewat pemilihan periode yang mendukung cerita yang disampaikan. Untuk data kemiskinan, misalnya: Periode yang dipilih adalah 1999 (setahun setelah titik terburuk krisis) hingga 2005. Yang perlu ditanyakan adalah: Mengapa mengutip seluruh periode ini, alih-alih periode pemerintahan SBY, 2004-2005?

Update: Saya iseng-iseng melihat CGI Brief. Pada Februari 2004, tingkat kemiskinan adalah 16.7%. Jadi memang untuk tingkat kemiskinan ada perbaikan. Namun, tetap saja pemilihan periode yang ditampilkan mengganggu. Selain itu, pasca kenaikan BBM, kemungkinan angka ini akan sedikit memburuk.


Label: