Senin, Agustus 14, 2006

Jangan pilih Faisal jadi Gubernur Jakarta…

Sumber: Suara Merdeka...atau Indonesia akan kehilangan satu lagi analis-jurnalis kebijakan ekonomi. Pasca Pemilihan Umum (Pemilu) 2004, dengan masuknya banyak analis-jurnalis ekonomi ke pemerintahan (Chatib Basri, Ikhsan – lalu, terakhir Mari Pangestu) dan DPR (Didik Rachbini, Dradjad Wibowo), wacana serius kebijakan ekonomi semakin sedikit.

Faisal Basri adalah satu yang masih konsisten menerapkan prinsip ekonomi(-politik) dalam analisis kebijakannya. Walau saya kerap berbeda pendapat, analisis Faisal masih setia pada prinsip ilmu ekonomi. Seperti hari ini di Kompas, misalnya...:

Kebijakan pengembangan biodiesel yang terlalu ambisius juga bisa membelokkan pengembangan industri lain yang sudah lebih dulu berkembang, misalnya industri yang berbasis kelapa sawit. Padahal, industri ini akan mampu menambah porsi produksi biodiesel seandainya pemerintah memberikan insentif yang memadai bagi pengembangan industri hilirnya.

Jadi, kebijakan yang lebih tepat bukanlah dengan "menggunting" produksi minyak sawit untuk biodiesel, tetapi juga harus memperhitungkan cost benefit dari setiap kebijakan pemerintah secara menyeluruh.

Kita patut mewaspadai bahaya dari penerapan kebijakan yang bersifat instan dari kemungkinan menyusupnya kelompok-kelompok yang punya kepentingan, yang kebetulan dekat dengan pusat-pusat kekuasaan. Hal ini berpotensi merugikan perekonomian dalam jangka panjang...

Kita tak mengharapkan keterlibatan pemerintah lebih dalam pada berbagai kegiatan ekonomi. Yang kita kehendaki ialah kebijakan-kebijakan terpadu yang memungkinkan segala sumber daya yang kita miliki bisa disinergikan agar satu sama lain tidak saling mematikan...

Namun, sebagai warga Jakarta, saya menghadapi dilema. Saya mendapat keuntungan jika Jakarta memiliki gubernur yang baik – dan Faisal Basri punya potensi untuk itu. Maka, apakah secara probabilistik marginal benefit yang saya terima dari terpilihnya Faisal di Jakarta akan lebih besar daripada marginal cost hilangnya dia dari belantika analisis kebijakan ekonomi nasional?

Alah, entahlah ya... Tapi yang pasti, jika dia berhasil masuk bursa calon, I’ll take my chances!

7 Comments:

At 8/14/2006 01:09:00 PM, Anonymous Anonim said...

Arya, Faisal jadi Gubernur DKI dan lo jadi komentator kebijakan ekonomi. Nah kalo gitu gimana? kan gak ada yang hilang tuh :D.

 
At 8/14/2006 02:37:00 PM, Blogger Arya Gaduh said...

Yudo, he..he.. nothing's free -- pasti dong ada yang hilang. Lagipula, mestinya UI digantikan sesama UI dong. Ya, seperti elu ini lah... ;-D

 
At 8/18/2006 03:47:00 AM, Anonymous Anonim said...

janganlah..bosen ekonom dari UI mulu...udah bener elu aja Ya...Yudo mah ntar ada tempatnya sendiri..bukan begitu bung Yudo?..he..he..he

 
At 8/19/2006 05:25:00 AM, Blogger Unknown said...

Wah, ini bertentangan dengan prinsip free entry and free exit dalam mekanisme pasar. hehe.. dengan 'exit'-nya Faisal, kan pasti ada 'entry' baru. Nah, yang lebih muda bisa masuk menggantikan yang 'exit. Setuju sama Yudo & Philips.

 
At 8/19/2006 06:53:00 AM, Blogger Arya Gaduh said...

Janganlah mendahului takdir. Apalagi, menurut survei Soegeng Sarjadi Syndicate ini perjalanan Faisal masih panjang. ;-)

 
At 8/20/2006 07:50:00 PM, Anonymous Anonim said...

betul bung Martin. Yudo biar jadi spesialis underground economics aja lah...he..he..he

 
At 8/25/2006 08:05:00 PM, Anonymous Anonim said...

gw under-any-ground aja deh :)

 

Posting Komentar

<< Home