Rabu, Agustus 30, 2006

Kemiskinan dan politik impor beras (2)

Mochamad Maksum, peneliti Universitas Gadjah Mada, menilai pihak yang ingin mengimpor beras ingin mencederai rakyat.
Maksum mengatakan, semua pihak yang ada dibalik rencana impor ini telah mencederai rakyat apalagi kalau DPR mendiamkan rencana ini. Pemerintah hanya ingin mengamankan dirinya dengan angka inflasi yang membaik tetapi mengorbankan rakyat.

Mungkin, dia belum membaca (atau tidak percaya) pada analisis data yang dimuat pada CGI Brief ini... bahwa:
[The rice price increases of around 30% between March 2005 and 2006] are extremely difficult for the poor since rice accounts for 24 percent of their total consumption. Based on simulations, the rice price increase in excess of the overall inflation rate (about 14 percent) may have moved over 5 million people temporarily below the poverty line (halaman 58)

Atau mungkin saja dia tidak memperhatikan artikel Jakarta Post ini.

Pastinya dia tidak sadar bahwa "angka inflasi yang membaik", apalagi inflasi bahan makanan, menolong rakyat termiskin Indonesia (seperti tercermin dalam penghitungan garis kemiskinan di sini).

Yang dirugikan dari harga beras yang rendah adalah mereka yang mendapatkan rente atau keuntungan ekonomi tinggi dari menjual beras. Siapa mereka? Petani miskin? Bukan. Sebagian besar petani miskin adalah buruh tani. Yang dirugikan adalah para pemilik tanah, umumnya petani skala besar yang toh sudah diuntungkan dari pelbagai macam subsidi pertanian lainnya. Selain itu, dalam kasus dibukanya impor beras, yang juga dirugikan adalah para penyelundup beras.

Maka, definisi "rakyat" Maksum menjadi aneh. Alih-alih memilih membela mayoritas rakyat miskin yang dipersulit oleh harga bahan makanan yang tinggi, dia memilih para tuan tanah.

Label: ,