Rabu, Juni 25, 2014

Mengukur Kinerja Prabowo dan “Harga” Suara Gerindra

oleh Arya Gaduh dan Tirta Susilo*

Membandingkan hasil kerja kedua calon presiden Indonesia 2014 tidak mudah. Joko Widodo (Jokowi) adalah pejabat publik yang kinerjanya dievaluasi langsung oleh masyarakat dan badan-badan pemeriksa negara. Hasil kerja Jokowi sebagai Walikota Solo dan Gubernur DKI relatif mudah untuk dinilai secara obyektif.

Mengukur kinerja Prabowo Subianto jauh lebih sulit. Capaian (atau output) Prabowo yang sering diangkat adalah kesuksesannya membangun partai Gerindra dan kesuksesan Gerindra meraih 11.8% suara pada pemilu legislatif kemarin. Itu, kata pendukungnya, menunjukkan kemampuan Prabowo sebagai pemimpin.

Masalahnya, tanpa disandingkan dengan input, output semata tidak mencerminkan kemampuan seseorang. Contohnya, apakah seorang Ph.D. lulusan London School of Economics (LSE) pasti pintar? Tergantung. Jika kelulusan tersebut semata-mata karena koneksi dan hasil karya yang dibuatkan orang lain, maka seorang Ph.D. dari LSE belum tentu pintar (seperti kasus Saif Gaddafi ini). Dengan kata lain, hasil yang dicapai Gerindra tidak mencerminkan kemampuan Prabowo sebagai pemimpin jika kita tidak memperhitungkan input yang digunakan.

Karena tata kelola internal partai politik tidak dievaluasi secara terbuka dan independen, hasil kerja Prabowo sebagai pemimpin Gerindra sulit untuk dinilai secara objektif. Namun, kita bisa menggunakan data publik yang tersedia untuk mencoba mengukur hasil kerja Prabowo. Caranya? Dengan menghitung efisiensi Partai Gerindra dalam meraup suara di pemilu legislatif kemarin.

Metodenya sederhana dan bisa Anda coba sendiri dengan program spreadsheet seperti Excel. Menggunakan data dana kampanye dari berita ini dan data perolehan suara dari laman KPU ini (file pdf) kami menghitung jumlah suara yang didulang (output) per satu juta rupiah dana kampanye yang dipakai (input). Dengan kata lain, efisiensi adalah perolehan suara dibagi total dana kampanye.

Tabel 1. Efisiensi Dana Kampanye Pemilu Legislatif 2014

Tabel 1 mengurutkan 12 partai politik dari yang paling efisien sampai yang paling tidak efisien. Gerindra ada pada posisi delapan, dengan raupan 33.9 suara per satu juta rupiah dana kampanye. Cara alternatif untuk melihat efisiensi ini adalah dengan menghitung harga per suara (lihat Figur 1). Seperti terlihat di figur 1, “harga” satu suara yang didulang Gerindra adalah Rp. 29.500, hampir 20% di atas harga rata-rata suara (Rp.25.000). Tampaknya kesuksesan Gerindra bukan merupakan buah kepemimpinan yang lebih baik, melainkan akibat dari sokongan dana kampanye yang besar (Rp. 435 milyar, terbesar di antara semua partai). Analisis ini menunjukkan bahwa hasil kerja Prabowo sebagai pemimpin Gerindra masih di bawah rata-rata.

Figur 1. Harga Suara Pemilu Legislatif 2014


Mengapa analisis ini penting? Tanpa ada rekam jejak di pemerintahan, sulit menilai kesuksesan Prabowo secara objektif. Hitungan kami ini setidaknya menyediakan data yang dapat digunakan calon pemilih untuk menilai kinerja Prabowo. Analisis ini juga relevan karena seorang presiden harus mengelola anggaran yang terbatas, tanpa bisa bergantung pada “dana tidak terbatas” dari sanak saudara, teman, ataupun simpatisan partai.

Arya Gaduh, Asst. Prof., Dept. Ekonomi, Walton College, University of Arkansas
Tirta Susilo, Adjunct Asst. Prof., Dept. Psikologi dan Brain Sciences, Dartmouth College.
Tulisan adalah pendapat pribadi para penulis