Senin, September 25, 2006

Impor dan pemihakan pemerintah

Faisal Basri di Kompas hari ini:
Keterpurukan industri manufaktur semakin parah karena aturan main tak ditegakkan atau tak menerapkan aturan lain yang sepatutnya. Pemerintah yang seharusnya melindungi produsen dalam negeri dari persaingan yang tidak sehat dari produk impor justru tak berbuat banyak. Sebaliknya, pemerintah terus saja membuka akses pasar seluas-luasnya bagi produk-produk impor tanpa terlebih dahulu melakukan pembenahan di pasar domestik secara memadai.

Bahasa kasarnya, pemerintah lebih mengabdi kepada kepentingan asing ketimbang memihak warganya sendiri.

Tidak ada masalah sampai dengan akhir kalimat kedua di paragraf pertama. Namun, dua kalimat selanjutnya membuat saya menimbang ulang dukungan saya pada kredibilitas ekonom Faisal.

Dibahasakan berbeda, inilah yang Faisal katakan: "Dengan membuka akses pasar seluas-luasnya bagi produk impor -- sehingga konsumen Indonesia, yang jumlahnya berkali lipat jumlah produsen produk-produk tersebut, bisa menikmati harga yang murah -- pemerintah lebih mengabdi kepada kepentingan asing memihak warganya sendiri". Apakah Faisal berpikir pemerintah yang memihak segelintir pengusaha (dan mengorbankan banyak warga konsumen) adalah pemerintah yang "memihak warganya"?

Saya setuju bahwa pemerintah harus menegakkan aturan yang ada, termasuk aturan bea impor. Namun pernyataan bahwa dengan membuka akses pasar, pemerintah "lebih mengabdi pada kepentingan asing" adalah nonsens secara ilmu ekonomi. Argumentasi seperti ini akan cepat dijemput para pengusaha untuk digunakan pembenaran atas strategi rent-seeking mereka. Warga konsumen lah yang jadi korban.

Membaca tulisan seperti ini, saya jadi berpikir, jangan-jangan ada baiknya Faisal jadi Gubernur Jakarta saja...

Label: