Tentang program nasional anti-kemiskinan
ekonomi ▪ kebijakan ▪ kemiskinan ▪
Sukasah Syahdan dari Akal dan Kehendak menulis kritik dia tentang program anti-kemiskinan. Tulisan tersebut agak panjang, namun layak disimak secara lengkap. Saya kutip kesimpulan dia:
Eksposisi di atas menyiratkan satu-satunya solusi yang tepat dan moral bagi pengentasan kemiskinan dan pemberdayaan masyarakat. Solusi ini, bagi sebagian orang, mungkin terdengar terlalu sederhana, yaitu: serahkan kembali persoalan kemiskinan ini ke tangan individu-individu. Itu saja. Pemerintah cuma perlu mengembalikan dan memastikan kebebasan berekonomi bagi rakyatnya. Semakin drastis ini dilakukan, semakin baik.
Secara umum, saya setuju dengan paparan masalah Sukasah: Pada tataran nasional, program anti-kemiskinan penuh masalah -- baik masalah konseptual maupun praktis. Saya setuju bahwa ada baiknya pemerintah meninjau ulang perlu-tidaknya program nasional anti-kemiskinan. Hanya saja, kami sedikit berbeda kesimpulan...
Sukasah menyimpulkan bahwa pemerintah tidak akan mampu menciptakan kebijakan anti-kemiskinan. Dia ingin agar pemerintah keluar dari upaya menangani masalah kemiskinan dan menyerahkannya pada individu-individu. Alih-alih, pemerintah baiknya berkonsentrasi pada upaya memastikan kebebasan ekonomi rakyat.
Saya setuju sekali pada usulan agar pemerintah berkonsentrasi pada upaya memastikan kebebasan ekonomi rakyat. Problemnya, program anti-kemiskinan itu kerap adalah bagian penting dari upaya memastikan kebebasan berekonomi bagi rakyat.
Petani miskin, misalnya. Mereka rentan terhadap risiko yang muncul dari penyakit, gagal panen, dan sebagainya. Oleh karena kerentanan ini, mereka tidak akan berani mencoba-coba varietas padi baru yang mungkin lebih tahan hama dan lebih produktif, karena kegagalan fatal akibatnya. Alhasil, sulit bagi mereka keluar dari kemiskinan.
Untuk memastikan kebebasan ekonomi para petani miskin seperti ini, pemerintah harus membantu mereka mengelola risiko. Saya sulit membayangkan swasta atau individu mau membantu mengelolakan risiko bagi para petani atau nelayan miskin karena: a) jumlah nominalnya terlalu kecil; dan b) risikonya terlalu besar. Pemerintah bisa punya peran di situ.
Namun, ada dua pertanyaan di sini. Pertama: Pemerintah yang mana? Saya pikir, inilah masalahnya. Program-program yang ada sekarang kerap bersifat nasional, padahal problem kemiskinan berakar pada kegagalan ekonomi masyarakat lokal untuk tumbuh. Problem kemiskinan berada pada tataran mikro, bukan makro. Akar kemiskinan di Flores Timur berbeda dengan di Jawa Timur. Satu kebijakan nasional anti-kemiskinan mungkin hanya akan menolong orang miskin di salah satu daerah itu (atau bahkan, tidak keduanya).
Pertanyaan kedua jauh lebih sulit: Bagaimana memilah dan memilih problem kemiskinan yang harus ditangani pemerintah? Saya tidak punya jawabannya -- tidak dalam ruang sempit blog ini. Namun, Dani Rodrik, ahli studi pembangunan di Harvard, punya kerangka analisis yang menarik dan, saya pikir, cukup berguna bagi para pengambil kebijakan.
Label: ekonomi, kebijakan, kemiskinan
2 Comments:
Arya, terima kasih atas artikel ini dan links ke situs ini, juga situs Rodrik!
Saya ada sedikit pengalaman bantu menyusun PRSP dan pernah meneliti microfinance, jadi cukup dapat memahami sudut pandang Anda dan Rodrik.
(Nad aka SS)
Nad:
Terima kasih kembali untuk tulisan Anda yang komprehensif. Saya pikir tulisan itu memang perlu disimak (dan didiskusikan) secara luas oleh para pemerhati kebijakan pada umumnya.
Posting Komentar
<< Home