Selasa, Juli 04, 2006

Mengapa ujian nasional jangan diulang...

Saya agnostik terhadap ujian nasional (UN). Saya belum “ketok palu” – mengambil putusan perihal posisi saya dalam debat ini. Belum cukup bukti untuk memutus bersalah, meskipun cukup banyak yang disodorkan. Namun, putusan soal ujian ulangan atau remedial sedikit lebih mudah bagi saya: Ujian nasional jangan diulang!

Mengapa? Karena ketika pengambil ujian siap menorehkan jawabannya di lembar soal, setiap dari mereka memiliki ekspektasi bahwa ujian itu takkan diulang. Ujian remedial membuyarkan ekspektasi itu.

Ekspektasi adalah faktor utama di balik setiap pencapaian manusia. Setiap hari hidup kita dituntun olehnya. Kita bekerja semata-mata karena ekspektasi – ekspektasi bahwa jerih lelah kita berbuah penghargaan. Penghargaan itu bisa berbentuk uang, rasa hormat dari orang lain (maupun diri sendiri), penerimaan dari masyarakat, atau, bagi yang percaya, penghargaan di kehidupan selanjutnya.

Apapun itu, keseriusan kita bekerja umumnya ditentukan oleh penghargaan yang sudah kita terima di masa lalu, melainkan yang akan kita terima di masa depan. Ekspektasi lebih penting daripada penghargaan yang sudah lewat. Ketika ekspektasi berubah, perilaku pun berubah. Ekspektasi yang berbeda tentang hukuman atas kelalaianlah yang menyebabkan perbedaan perilaku yang demikian kontras antara dua penjaga keamanan – jika satu adalah hansip dan sedangkan yang lain penjaga Istana Buckingham.

Hubungannya dengan remedial ujian nasional? Remedial pada skala nasional mengubah ekspektasi para pengambil ujian di masa depan tentang finalitas ujian nasional. Dan, dengan asumsi bahwa ujian nasional masih akan berlanjut, perubahan ekspektasi ini akan mengubah perilaku, melemahkan keseriusan, serta kegiatan para pengambil ujian (dan para guru dan kepala sekolah yang mempersiapkan mereka) dalam mempersiapkan evaluasi belajar mereka – apapun itu bentuknya – di masa depan.

Bagaimana dengan semua kecurangan yang telah terjadi tahun ini? Kecurangan akan tetap ada, baik ada maupun tidak remedial ujian nasional dan remedial bukanlah solusi atas kecurangan pihak sekolah. Two wrongs don’t make it right. Alih-alih menjadi solusi atas kecurangan, remedial justru mencurangi mereka yang, dengan ekspektasi akan finalitas ujian, bekerja keras tahun ini – terutama mereka yang, dengan kerja keras, akhirnya lulus meskipun nilainya pas-pasan.

Tujuan sistem pendidikan bukan hanya memberikan lisensi – “surat izin lulus sekolah” – pada siswa, tetapi juga untuk mengajarkan prinsip-prinsip yang berguna dalam hidup. Prinsip itu, antara lain, pentingnya persiapan, serta tanggung jawab. Juga, yang tak kalah pentingnya: Bahwa kegagalan adalah bagian dari hidup. Dan, bahwa bukan satu kegagalan itu, melainkan bagaimana kita meresponinya, yang pada akhirnya akan menentukan sukses-tidaknya hidup kita.

Label: